Halaman

Rabu, 12 Desember 2012

Mengatasi Lumpur Lapindo


Ir Razali Nazir MSc sebagai Vice President Business Development ASTARI
(Asosiasi Teknologi Adiguna Rusia- Indonesia)dan juga sebagai Wakil
Ketua Umum Alumni Rusia Insan Nauka (Anggota FOKAL) menyampaikan
informasi usulan penanganan masalah lumpur Sidoarjo.
Berikut berita dari
KOMPAS:

ILMUWAN RUSIA TAWARKAN SOLUSI HENTIKAN LUMPUR.

JAKARTA, KOMPAS - Pavel V Korol (49), ilmuwan dan praktisi pertambangan
asal Rusia, telah mengajukan proposal ke sejumlah kementerian di
Indonesia untuk menghentikan semburan air dan lumpur di Sidoarjo, Jawa
Timur.
Pavel, Minggu malam lalu di Jakarta menegaskan, 90 persen risiko akan
ditanggungnya. Pemerintah Indonesia tidak perlu membayarnya jika
teknologi yang ditawarkan itu gagal mematikan semburan lumpur yang telah
menenggelamkan empat desa, dan mengakibatkan sekitar 12.000 jiwa harus
mengungsi itu.
"Terus-terang sekarang ini persoalannya seperti persoalan politik bukan?
Kalau tidak diambil sampai kapan masyarakat di sana akan terus
menderita? Karena itu saya mengajukan proposal ini. No cure no pay!
(kalau tidak selesai masalahnya tidak perlu bayar)," kata Pavel
menegaskan kepada Kompas bahwa ia sangat serius dengan tawaran
teknologinya.
Ia didampingi Duta Besar Indonesia untuk Rusia, Susanto Pudjomartono,
dan Irzal Chaniago, Presiden Asosisasi Teknologi Adiguna Rusia-Indonesia
(Astari). Secara khusus, Pavel juga sudah meninjau sejumlah lokasi
semburan lumpur di Sidoarjo pekan lalu.
Tiga teori
Ia menjelaskan tiga hal mendasar dari teknologi yang ditawarkannya.
Pertama ia tidak sependapat bahwa kejadian semburan lumpur di Sidoarjo
sebagai bagian dari aktivitas gunung lumpur atau mud volcano yang
umumnya diterima publik.
Karena itu, semburan lumpur itu masih mungkin dikendalikan, dan
dimatikan alirannya. Masalah seperti itu, adalah kajadian atau kasus
yang tidak luar biasa.
"Tetapi kalau terus dibiarkan, sudah jelas risikonya, yaitu makin banyak
orang menderita, dan mungkin ia akan menjadi mud vulcano," kata Pavel.
Kedua, teknologi yang ditawarkannya adalah gabungan penggunanaan tekanan
yang sangat besar (sekiar 1.000 atmosphere/ATM), dan teknologi "selubung
payung". Jika selama ini teknologi tekanan besar digunakan justru untuk
"memompa" kandungan bumi seperti minyak dan gas, tekanan udara yang
digunakannya justru untuk menghentikan semburan air dan lumpur tadi ke
atas.
Sedangkan yang dimaksud selubung payung (dia menyebutnya teknologi
umbrella), adalah lapisan-lapisan selubung dari bahan polimer pada
radius tertentu mengelilingi atau di sekitar lubang-lubang semburan
lumpur. Zat polimer, diketahui merupakan "adonan" yang akan berubah
menjadi keras menyerupai karet pada saat kering. Tentu saja, "lapisan"
atau "konstruksi" payung itu letaknya di kedalaman tertentu, sekitar
3.000 kaki.
Kalau aliran lumpur tidak tertutup juga, maka akan dibuat payung kedua,
ketiga, dan seterusnya pada kedalaman dan lokasi berbeda. Tujuannya
untuk menutup rekahan-rekahan batuan/lapisan tanah yang sudah menjadi
aliran lumpur atau yang belum jadi "jalan" aliran lumpur.
Langkah pembuatan payung dimulai dengan membuat jendela (bukaan)
masing-masing 3.000 kaki, mengebor lajur tepi (sidetrack), hingga 3.500
kaki, memasang cashing, masing-masing 3.500 kaki, mengebor bagian
lateral (menyamping) sepanjang 500 meter ke depan, meretakkan/memecahkan
batuan secara hidrolik dan mengisinya dengan "semen" dari polimer tadi.
Pada saat seluruh "radius" ledakan/rembesan lumpur sudah terkendali oleh
payung polimer, pada saat itulah lubang semburan yang utama mulai
ditangani dengan menutupnya dengan hydro-packing bertekanan besar, serta
polimer.
"Teknologi yang ditawarkan ini menggunakan cara berpikir tebalik. Dia
justru menggunakan hydro packing dan tekanan tinggi menahan semburan
dari dalam," kata Irzal menambahkan.
Pembiayaan
Pavel menjelaskan, proposal itu telah diajukannya ke depan staf ahli
Menteri Negara Lingkungan Hidup (LH) Rachmat Witoelar, dan staf ahli
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro pekan lalu.
"Proposal ini pada dasarnya 90 persen risiko pada saya. Nilai 90 persen
itu dibayar jika pekerjaan selesai, dan lumpur mati," katanya.
Sedangkan 10 persen yang harus disediakan pemerintah atau Lapindo,
sepenuhnya hanya untuk mendatangkan peralatan, dan SDM yang menangani
teknologi. Belum termasuk fee untuk Pavel dan timnya.
Nilai 10 persen sebagai uang muka itu. "Tidak besar, dibanding jumlah
yang telah dikeluarkan Lapindo tiap hari," katanya.
Kedatangan Pavel ke Indonesia, diakui oleh Susanto Pudjomartono atas
inisitifnya. Ilmuwan yang malang melintang di berbagai perusahaan
pertambangan Kanada, AS, Siberia, Kazakstan, maupun Kamzatka itu,
sebelumnya bertemu dengan mantan Dubes Indonesia untuk Rusia Rachmat
Witoelar. Lalu Witoelar dan Susanto sepakat, untuk memperkenalkan Pavel
membantu mengatasi semburan lumpur.
"Apa yang bisa kami lakukan, kami lakukan. Ini demi bangsa kita yang terus menderita akibat bencana lumpur ini. Apalagi Bapak Presiden akan
berkunjung ke Rusia 30 November-1 Desember nanti," kata Susanto.
Irzal mendukung langkah Susanto, karena tawaran Pavel merupakan bagian
dari alih teknologi antarkedua bangsa. (HRD)
"voorprong van het achterlijkheid."
Orang bisa melompat maju tanpa perlu mengikuti irama pengalaman yang
dialami orang lain tapi dengan belajar meniru menggunakan kemajuan teknologi
Tahukah anda bahwa dunia sudah berubah? Tahukah anda negara lain sudah
berubah? Inginkah anda negara anda juga berubah? Sudahkah anda berubah?
Perubahan memerlukan upaya dan dimulai dari diri sendiri, dimulai dari
hal yang terkecil dan dimulai saat ini juga

Wassalam.

Tidak ada komentar: